Borneo Tribune, Pontianak
Akumulasi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) memicu kepanikan masyarakat
nelayan. Selain penggunaan bahan bakar yang boros anggaran, nelayan dipusingkan
dengan kelangkaan bahan bakar untuk keperluan operasional menangkap ikan.
Sementara di luar sana harga sembako yang kian melambung menimbulkan reaksi
keresahan bagi masyarakat nelayan khususnya.
Problem nelayan itu bakal jadi kisah masa lalu, jika perahu mesin ABG buatan
Amin ini bisa diproduksi secara masal dan nelayan bisa menggunakan dua bahan
bakar dalam waktu bersamaan selama melakukan operasional menangkap ikan di laut
atau sungai.
Perahu ABG diambil dari nama Amin sebagai penggagas, kemudian dipadukan dengan
bensin dan gas, sehingga disingkat ABG. Perahu ini dipamerkan pertama kali awal
Maret 2012 di Sungai Kapuas. Merupakan sungai terpanjang di Indonesia. Sungai
itu membentang sepanjang 1086 km dan lebar alur sungai Kapuas sekitar 70-150
meter, dengan kedalaman puluhan meter. Sungai ini, tidak pernah kering
sepanjang tahun.
Bupati Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, Muda Mahendra berkesempatan
menjadi juru mudi perahu motor mesin berukuran 160 cc dan 200 cc. Mesin ukuran
ini paling banyak digunakan nelayan.
Disaksikan sejumlah perwakilan tokoh masyarakat dan jajaran Pemkab, Muda dengan
santai menjajal ketangguhan mesin perahu ABG. Diyakin kehadiran perahu ini
menjadi solusi bagi nelayan, selama ini sering mengalami kesulitan mendapatkan
bahan bakar minyak (BBM) jenis premium dan solar dengan harga subsidi.
Akhir Maret 2012, perahu berukuran panjang 6 meter dan lebar 1,5 meter itu
melesat di muara sungai. Meski siang itu angin berhembus kencang, perahu
tradisional itu berhasil meliuk-liuk di permukaan sungai gelombang. Dua
penumpang dan seorang pengemudi terlihat tenang melanjutkan perjalanan dengan
kecepatan konstan menyusuri perkampungan nelayan, sebelum berhenti kembali ke
dermaga awal.
“Mesin perahu ABG ini luar biasa,” kata Muda, sambil menunjukkan jari telunjuk
ke arah perahu.
Sepintas perahu ini tidak ada bedanya dengan perahu motor nelayan lainnya. Yang
membedakan, perahu ini membawa dua tabung gas masing-masing berukuran 3
kilogram di buritan perahu. Sedangkan pada bagian tengah lambung perahu
terdapat tanki bahan bakar menggunakan bensin atau solar.
Keistemewaan dari perahu ABG ini, pada saat mesin perahu ini dioperasikan, juru
mudi perahu cukup memutar tuas pilihan untuk bahan bakar (elpiji atau premium).
Caranya dengan menaikkan tuas ke kiri atau kanan yang berada di bagian bawah
setir perahu.
Bila juru mudi ingin menaikkan tuas ke kanan, secara otomatis mesin di perahu
menggunakan bahan bakar elpiji. Sebaliknya, bila elpiji sukar diperoleh,
nelayan bisa menggeser tuas ke kiri. Artinya mesin di perahu ini menggunakan
bahan bakar premium.
Inilah temuan yang diklaim pertama di Indonesia, perahu motor nelayan
menggunakan bahan bakar elpiji. Penggagasnya adalah Amin (42) warga Tanjung
Raya II, Gang Karya Tani I, Pontianak Timur.
Menariknya ayah tiga anak ini mengaku tidak memiliki kemampuan khusus tentang
teknik mesin. Ia hanya alumni Jurusan Sosial ekonomi Pertanian, Fakultas
Pertanian Panca Bhakti, Pontianak, tahun 1988-1989.
Meski beda latar belakang pendidikan, Amin memiliki kecintaan pada bidang
elektronik sekaligus memiliki keahlian memodifikasi mesin secara otodidak. Ilmu
itu diperoleh dari sejumlah rekan kerjanya sebagai distributor alat-alat
listrik. Dari situlah ayah tiga anak ini mulai penasaran mencoba menciptakan
sesuatu yang baru dan bisa membawa manfaat bagi banyak orang. Pilihannya jatuh
pada mesin perahu nelayan.
Secara umum, cara kerja alat ini sederhana. Amin hanya menambahkan sejumlah
komponen, diantaranya keran, regulator, selang, spuyer dan lainnya agar mesin
160-200 cc bisa bekerja menggunakan bakar gas elpiji. Semua komponen itu
terhubung dalam satu kesatuan yang utuh.
Regulator yang terpasang pada bagian atas tabung gas dihubungkan pada selang (
rubber hose) dengan panjang sekitar 3,5 meter yang dirakit menggunakan sistem
paralel. Fungsi penyambungan selang tadi untuk menyalurkan gas masuk ke bagian
mesin sebelum diolah menjadi bahan bakar.
Berikutnya pada bagian ujung selang tadi dihubungkan dengan mekanisme ball
valve alat ini digunakan untuk sistem buka tutup yang terhubung dengan selang.
Tugasnya untuk membatasi atau mengatur lalu lintas fluida dari lubang selang.
Ketika valve telah dipasang dalam suatu rangkaian pipa atau selang. Pada saat
valve dibuka, fluida mulai mengalir dan ketika valve ditutup, maka fluida pun
berhenti mengalir.
Selain untuk membuka dan menutup, Amin juga memasang valve yang berfungsi untuk
mengatur (regulate) aliran fluida secara lebih akurat aliran yang pressure
rendah. Bentuk disc panjang dan kecil seperti paku atau disebut needle valve.
Valve ini yang kemudian disambungkan ke bagian karburator pada bagian mesin
utama 160 cc.
Agar hubungan antara satu mekanis ke mekanis laut terikat kuat, Amin
menggunakan sling baja untuk mengikat dan sejumlah komponen material lainnya.
Tujuannya agar setiap rakitan mesin yang terhubung tidak mengalami kebocoran.
Tapi, dari sekian banyak komponen yang terpasang dalam mesin perahu, yang
paling penting adalah penambahan mixer kit ( alat pencampur). Nama itu
terinspirasi dari mixer yang sering digunakan para ibu untuk membuat adonan
kue. Bedanya mixer kit buatan Amin berfungsi mencampurkan gas dan udara yang
masuk ke bagian mesin, sebelum menjadi tenaga yang dapat memacu perahu.
Mixer ini dibuat sendiri dari tangan Amin yang dibentuk menggunakan mesin bubut
dengan menggunakan bahan dasar aluminium. Bahan dasar ini diyakini tidak mudah
korosi dibanding bahan dasar lain seperti besi atau tembaga. Setelan bubut
mixer juga harus standar agar menghasilkan mesin modifikasi yang sesuai dengan
harapan. Prosesnya memang butuh keahlian.
“Karena selisih nol koma sekian milimeter saja, hasilnya akan beda. Jelas akan
berpengaruh pada kecepatan putaran dan penggunaan bahan bakar,” kata Amin.
Boleh dikata mixer kit merupakan jantung dari sistem kerja perahu hemat energi.
Karena alat ini berfungsi untuk menempatkan spuyer dan stud bolt agar bisa
menyambung pipa saluran bahan bakar untuk menghidupkan mesin .
Sehingga sistem mesin membentuk model duel fuel. Artinya alat ini bekerja untuk
mengubah bahan bakar gas dari elpiji menjadi sumber energi. Si pengemudi
tinggal memilih jenis bahan bakar yang digunakan, yakni dengan mengalihkan tuas
yang ada di bagian mesin ke atas atau bawah. Secara otomatis mesin perahu bisa
bekerja sesuai dengan pasokan bahan bakar yang tersedia di perahu.
“Selama saya browsing di internet, saya belum pernah menemukan perahu motor
menggunakan dua bahan sekaligus,” kata Amin.
Ia hanya mengetahui salah satu situs di situ memberitakan Kementerian Kelautan
dan Perikanan sudah melakukan ujicoba pada mesin kapal nelayan setelah
dikonversi dari premium menjadi elpiji di Jepara, Jawa Tengah. Efisiensi biaya
bahan bakar minyak (BBM) mencapai 51 persen jika dibandingkan dengan premium.
Sayangnya, untuk menghasilkan penggunaan bahan bakar yang efisien dan hemat
anggaran itu, pihak kementerian berencana akan mengimpor alat konversi dari
Turki dengan harga Rp 2,5 juta per unit.
Tapi ada kekurangan dari alat ini. Bila mesin kapal nelayan sudah dikonversi,
para nelayan tidak bisa menggunakan bahan bakar asal. Yakni premium atau
gas.”Jika di suatu daerah, elpiji langka di pasaran, bakal menimbulkan masalah
baru bagi nelayan itu sendiri karena kesulitan untuk mendapatkan bahan bakar,”
kata Amin.
Perwakilan BBPPI Semarang, Jawa Tengah, Jaenal awal April 2012 pernah datang ke
Kubu Raya untuk melihat langsung alat ciptaan Amin. Ia memuji temuan ini dan
mengatakan alat ini belum pernah ada di Indonesia dan laik dikembangkan secara
masal.
Bagi Amin, kunci utama untuk mengoperasikan sistem alat ini, ada pada 4 pedoman
prinsip kerja. Yakni tepat guna, aman, hemat, solusi. Empat prinsip itu
kemudian diaplikasikan pada penemuan mixer kit buatan Amin.
Misalnya prinsip tepat guna. Amin sengaja menggunakan komponen yang dipasang
pada mesin perahu mudah diperoleh di pasaran. Semuanya dari produk Standar
Nasional Indonesia (SNI). Mulai dari regulator, selang gas dan sampai ke tabung
gas elpiji ukuran 3 kilogram. Tujuannya agar komponen ini aman digunakan dan
nelayan tidak kesulitan mengganti komponen bila terjadi kerusakan.
Prinsip kedua adalah aman. Amin mengklaim mesin perahu hemat energi ini memang
sudah dirancang khusus dan aman digunakan. Salah satunya, ia sengaja
menempatkan dua tabung gas di buritan kapal. Sementara si pengemudi kapal
ditempatkan pada posisi tengah kapal. Tujuannya, bila perahu kapal selama
perjalanan ada kejadian tidak diinginkan, seperti terjadi kebocoran tabung, gas
yang dikeluarkan langsung di bawa ke udara. Sehingga bisa mengurangi resiko
ledakan pada perahu motor.
Prinsip ketiga adalah hemat. Sebelum perahu ABG dipamerkan ke khalayak umum,
Amin bersama rekan lain pernah menguji perahu ini dengan menggunakan dua bahan
bakar sebagai perbandingan efisiensi. Yakni bensin dan gas elpiji.
Adapun jarak tempuh dilakukan mulai dari jembatan tol Kapuas I menuju jembatan
tol Kapuas II atau sepanjang 13 kilometer dengan lama perjalanan selama 20
menit. Hasilnya, bahan bakar gas elpiji lebih hemat dengan skala perbandingan
saat ini 1:8. Artinya satu tabung gas bisa menggantikan delapan liter bensin.
Hasil itu diperoleh pada saat perahu hemat energi ini menempuh perjalanan
selama satu jam menggunakan mixer kit membutuhkan bahan bakar sebanyak 3,3
liter atau setara dengan biaya Rp 14.985 dengan putaran mesin maksimum 5.320
rpm.
Sebaliknya, bila menggunakan bahan bakar elpiji, volume pemakaian hanya
membutuhkan 7 ons elpiji atau setara Rp 3.033 dengan putaran mesin maksimum
5.370 rpm.
“Dari segi kecepatan jelas, menggunakan elpiji jauh lebih cepat dibandingkan
menggunakan premium,” kata Amin.
Adapun alat untuk menguji putaran mesin (rpm) Amin menggunakan alat
tachomometer digital merk Delta type DT-2857. Sementara untuk menguji mesin
menggunakan KOHLER OHV ENGINE type 6,5 HP/196 cc dengan kondisi tanpa beban.
Berikutnya adalah prinsip terakhir, yakni mencari solusi. Amin mengaku temuan
alat mixer kit adalah yang pertama di Indonesia. Sebelumnya alat konversi dari
satu bahan bakar ke bahan bakar lain sudah banyak ditemukan dan diproduksi
secara masal dari pelbagai negara. Salah satunya India yang telah berhasil
menciptakan alat konversi dari premium menggunakan gas elpiji pada kendaraan
bajai.
Di Indonesia juga sudah banyak putra bangsa menciptakan hal serupa. Khususnya
pada kendaraan roda dua dan empat. Bahkan sudah dipamerkan pada event pameran
atau demo di sejumlah daerah.
Bagi Amin, prinsip kerja alat tadi bukan solusi. Karena sifatnya hanya
mengalihkan dari bahan bakar satu ke bahan bakar lainnya. ”Pertanyannya,
bagaimana jika mesin sudah dikonversi dari bahan bakar lain, tiba- tiba terjadi
kelangkaan bahan bakar yang dibutuhkan,” kata Amin.
Artinya, keinginan dari sistem kerja alat ciptaan tadi untuk menghemat energi
justru rawan menimbulkan masalah baru bila pada suatu saat terjadi kelangkaan
bahan bakar yang dibutuhkan.
Nah, permasalahan itulah yang sudah dipikirkan Amin. Dengan temuan mixer kit
diklaim bisa mengatasi masalah di lapangan. Artinya sistem kerja alat ini tidak
mengkonversi bahan bakar, melainkan menambah jenis bahan bakar lain dan mesin
tetap bekerja secara maksimal. Artinya, nelayan bisa menggunakan bahan bakar
premium atau solar dan gas elpiji.
“Bila suatu daerah nelayan kesulitan mendapatkan bahan bakar premium, bisa
menggunakan bahan bakar gas. Sebaliknya, bila gas langka di pasaran, bisa
menggunakan premium tanpa perlu mengganti komponen mesin, karena sudah
terpasang dengan mixer kit,” kata Amin.
Solusi lain yang ditawarkan Amin adalah ia bersama tim dengan suka rela akan
memberikan pelatihan cara merakit mixer kit kepada para nelayan di daerah.
Tujuannya, agar nelayan bisa menjadi ahli mekanik bila sewaktu- waktu ada
komponen alat terjadi kerusakan.
“Maklum, namanya barang elektronik pasti akan rusak bila dipakai secara terus-
menerus. Tapi solusi kita akan tetap setia mengajarkan kepada nelayan kita agar
mereka sendiri bisa mengatasi bila terjadi masalah mesin di perahu nelayan,”
kata Amin.
Mengubah Nasib Nelayan
Keberhasilan Amin menemukan mixer kit ini berawal dari kegelisahan dirinya
melihat nelayan di sejumlah daerah di Kalbar sering kesulitan mendapatkan bahan
bakar. Kebetulan Amin merupakan anak dari keluarga nelayan di Kecamatan Teluk
Pakedai, Kabupaten Kubu Raya. Itu merupakan daerah pesisir juga sebagai daerah
penyumbang produksi ikan di kabupaten baru berumur 3 tahun pasca pemekaran dari
kabupaten induk, Mempawah.
Jadi ia paham betul permasalahan nelayan di kampungnya. Selain permasalahan
alat tangkap dan perahu motor masih tradisional. Permasalahan pokok nelayan
adalah sulitnya mendapatkan bahan bakar subsidi.
Permasalahan itu sangat dirasakan para nelayan tiga kecamatan di Kabupaten Kubu
Raya. Yakni, Teluk Pak Kedai, Rasau Jaya dan Sui Kakap merupakan daerah
penyumbang penghasil produksi ikan.
Data Dinas Kelautan dan Perikanan Kubu Raya menyebutkan produksi ikan mencapai
14.915, 4 ton/tahun. Sementara untuk prasarana penangkapan nelayan sebanyak
3.064 unit, terdiri perahu tanpa mesin 1.380 unit, perahu mesin kecil 805 unit
dan kapal motor (GT) 879 unit. Dari jumlah armada nelayan tadi, sebagian
diantaranya mengalami kesulitan mendapatkan bahan bakar untuk operasional.
“Saya sudah tahu permasalahan nelayan sering mengeluhkan kelangkaan bahan bakar
sejak saya masih kecil,” kata Amin. Diantaranya sering melihat ayahnya pernah
tidak melaut gara-gara tidak ada bahan bakar di desanya.
Tak heran, bila bahan bakar langka dan sukar diperoleh, nelayan tidak bisa
melaut. Kalaupun ada tersedia bahan bakar, para nelayan kebanyakan mendapatkan
dari pengecer dengan harga tinggi. Yakni antara Rp 6.000-7.000 perliter. Tentu
hal itu memberatkan nelayan , karena hasil tangkapan terkadang lebih kecil
ketimbang membeli bahan bakar.
Sampai sekarang Amin tahu keluhan itu sering terjadi di sejumlah daerah
penghasil ikan di Kalbar. Diantaranya dengan melihat siaran berita dari
sejumlah media massa d Kalbar. Dari situlah Amin mulai berpikir bagaimana
hidupnya bisa membantu para nelayan mengatasi permasalahan tadi.
Waktu dan biaya pun terpaksa dikorbankan demi keinginan menciptakan sebuah alat
yang berguna bagi nelayan. Ia butuh waktu selama setahun, selama proses
pembuatan sampai ujicoba alat mixer kit atau dikenal dengan sebutan duel fuel
berhasil dioperasikan di lapangan.
Sementara untuk dana menciptakan alat ini langsung dari kantong Amin. Jumlahnya
lumayan besar. Yakni berkisar puluhan juta rupiah. Uang itu bersumber dari
hasil kerja sebagai distributor alat-alat listrik dan digunakan untuk membeli
suku cadang dan sejumlah perahu selama ujicoba alat ini berlangsung.
Itu karena Amin tidak memiliki keahlian khusus tentang mesin, melainkan belajar
secara otodidak. Tak heran, selama proses ujicoba berlangsung alat yang ingin
diciptakan selalu gagal, sehingga membutuhkan banyak komponen baru akibat
sering bongkar pasang alat.
“Saya hanya belajar otodidak. Tidak paham dengan teori. Jadi saya hanya bisa
coba- coba saja agar alat ini berhasil dioperasikan, “ kata Amin. Ibarat koki
masak yang sedang mencoba resep makanan baru. Sehingga harus menyiapkan bahan
masakan yang diinginkan.
Nah, untuk menilai masakan itu lezat atau tidak, harus dicicipi oleh orang
lain. Misalnya apakah masakan itu kurang bumbu atau bahan masakan lain yang
harus ditambahkan.
Dari situ Amin mulai berpikir, demi menciptakan sesuatu alat yang baru harus
dibantu orang yang ahli dalam bidangnya. Yakni dengan cara merangkul tim
terdiri dari akademisi, lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan sejumlah staf
Dinas Perikanan Kubu Raya. Tim pilihan Amin juga tidak sembarangan tunjuk.
Orang itu harus memiliki kemampuan secara teori merakit alat sampai paham
tentang proses penghitungan efisiensi penggunaan bahan bakar.
“Yang paling utama orang itu harus berjiwa nasionalisme. Alias rela bekerja
dengan tidak dibayar, ” kata Amin. Karena niat akhir dari hasil temuan alat ini
tidak langsung dikomersialkan, melainkan diberikan langsung kepada para nelayan
yang membutuhkan.
Sebagai langkah awal, Amin hanya berpikir bagaimana semua mesin kendaraan bisa
dioperasikan dengan semua jenis bahan bakar. Salah satunya adalah menggunakan
gas elpiji. Ia bersama tim mulai merancang sejumlah komponen agar gas elpiji
bisa menghasilkan sumber energi dan bisa menjalankan mesin perahu.
Ujicoba pertama dilakukan di rumah Amin sendiri. Mesin perahu 200 cc disiapkan
dengan sejumlah komponen dengan menghubungkan selang ke regulator gas elpiji.
“Setelah dicolok ke listrik, baling-baling pada bagian bawah mesin langsung dan
baling-baling mesin berputar normal,” kata Amin.
Tapi setelah diaplikasikan di Sungai Kapuas, mesin yang telah dirakit tadi
menemukan sejumlah masalah. Yakni putaran kipas pada mesin lamban sehingga
menyebabkan kecepatan perahu motor berkurang dibandingkan dengan kondisi mesin
semua menggunakan bahan bakar premium. Itu karena ada sistem kerja mesin yang
bermasalah. Pasalnya putaran mesin pada saat ujicoba di darat berbeda dengan di
air karena memiliki tekanan beban yang berat.
Kendala lainnya, selama proses ujicoba di lapangan, lubang pembuangan dari
tabung gas mengalami pendinginan alias beku, menyebabkan gas buang bahan bakar
gas masuk ke mesin mampet, mengakibatkan perahu motor sering mogok selama
melakukan perjalanan.
Setelah diteliti, ternyata elpiji 3 kilo hanya didesain untuk kompor gas
sehingga ukuran katup kecil, sehingga tidak mampu mengangkut beban orang dan
kekuatan mesin melawan arus atau tekanan di air.
“Ujicoba itu bukan berlangsung satu dua hari, melainkan bulanan,” kata Amin.
Tak heran selama proses ujicoba, perahu yang ditumpangi Amin mogok di jalan.
Artinya, perahu bisa berjalan satu 10 meter, setelah mogok, hanyut terbawa arus
hingga 2-4 kilometer.
Insiden itu menjadi familiar bagi warga sekitar yang setiap hari menyaksikan
kegigihan tim Amin menciptakan perahu hemat energi yang diinginkan. Sebagian
diantara warga terkadang ada yang mengejek tim Amin.
Kebetulan diantara warga ada yang bekerja sebagai penambang sampan pernah
meledek tim Amin. “ Bang- Bang, daripada ciptakan alat yang belum pasti, maseh
laju perahu kame. Cukop modal bekayoh, sampan kamek dah bise jalan, tak pake
mogok,” kata Amin menirukan ledekan warga.
Beruntung ada Arif, Dosen Teknik Penangkapan Ikan, Politeknik Pontianak,
merupakan rekan satu tim dengan Amim. Hasil analisa Arif menemukan ada tiga
solusi agar katup tabung gas tidak dingin. Pertama menggunakan selimut panas
kemudian dihubungkan dengan arus listrik dari mesin. Alat ini banyak dijual di
pasaran. Tapi harganya mahal. Yakni Rp 2 jutaan per unit.
“Itu bukan solusi untuk nelayan, sebaliknya justru menambah beban ekonomi
nelayan,” kata Amin.
Solusi kedua, tim mulai merakit alat agar suhu mesin dan tabung gas agar tidak
dingin. Yakni dengan menempatkan knalpot sepeda motor yang diarahkan pada
tabung gas. Tujuannya agar selama mesin bekerja, katup tabung tetap panas.
Lagi –lagi, cara itu bukan solusi. Pasalnya knalpot yang terpasang menimbulkan
suhu panas dan rawan menimbulkan percikan api. Sehingga perahu rawan meledak
apabila sewaktu-waktu tabung gas mengalami kebocoran dan ada percikan api
tersulut dari gas buang elpiji.
Sampai akhirnya tim Amin menemukan solusi terakhir. Yakni menggunakan dua
tabung elpiji. Tujuannya agar katup tabung mengalami pendinginan secara
menyeluruh karena selang sudah diparalelkan tabung gas lain yang ditempatkan
berdampingan.
Kemudian gas buang dari elpiji sebelum masuk ke mesin harus melewati mixer kit
Fungsi kerja alat ini untuk mengubah bahan bakar menjadi energi sehingga bisa
menghidupkan mesin perahu.
”Tinggal kita sesuaikan tekanan dan kecepatan mesin yang kita inginkan,” kata
Amin.
Setelah cara itu dianggap berhasil, permasalahan lain kembali menyusul.
Pasalnya setelah berulang kali dilakukan ujicoba ternyata kecepatan perahu
selama menempuh perjalanan tidak stabil alias oleng. Kembali diteliti,
diketahui ternyata posisi bodi mesin yang ditempatkan di bagian tengah perahu
mempengaruhi keseimbangan selama perahu dioperasikan.
Tim kemudian memindahkan bodi mesin, tidak lagi pada posisi di tengah,
melainkan di dekat buritan perahu. Berhasilkah cara itu?
Ternyata tidak. Saat dilakukan ujicoba, dalam kecepatan perahu langsung karam
ke dalam sungai. Karena bodi perahu yang dijalankan berbahan dasar kayu,
sehingga ketika perahu dipacu bodi perahu tidak mengangkat ke atas, melainkan
berjalan datar membelah ombak sungai. “Ujung-ujungnya perahu kami karam,” kata
Amin.
Sampai akhirnya Amin rela merogoh kocek untuk membeli perahu baru. Kali ini
tidak menggunakan perahu dari bahan baku kayu, melainkan dari bahan fiber glass
dengan panjang 6 meter dan lebar 1,5 meter. Perahu ini langsung dipesan amin
dari agen di Kota Pontianak. Sementara untuk posisi bodi mesin kembali
diletakkan dekat buritan kapal.
Hasilnya, perahu ciptaan Amin bisa melaju dan bebas hambatan. Terakhir ujicoba
dimulai dari bawah jembatan tol Kapuas I menuju tol Kapuas II bisa ditempuh
dengan jarak 2 5 menit dengan beban tiga orang penumpang dalam keadaan melawan
arus. Sungguh meyakinkan.
Mencari Dukungan
Meski jerih payah tim Amin telah berhasil melakukan serangkaian ujicoba mixer
kit, tapi karya putra daerah ini sempat tidak mendapat dukungan. Yang pertama
dari istri Amin sendiri dan pernah berkata pada suaminya. “ Daripada abang
kerjekan alat yang belum tentu ade hasilnya, lebeh baek kerjekan yang lain jak
bang. Yang udah pasti ade hasilnya,” kata istri Amin.
Hal senada juga datang Dinas Perikanan dan Kelautan Kubu Raya. Kabid perikanan
Budidaya, Hepmi Rizal mengaku awalnya Amin datang kepadanya dan
mempresentasikan temuan itu dianggap barang yang biasa.
Menurutnya pada waktu itu alat converter bahan bakar dari premium atau solar ke
elpiji, ciptaan tim Amin sudah banyak beredar di pasaran. Televisi nasional
juga sering menayangkan hasil temuan putra daerah lain berhasil menciptakan
alat konversi premium ke gas. Salah satunya ada pada sepeda motor.
Di sejumlah negara maju dianggap lebih duluan menciptakan alat converter bahan
bakar. Salah satunya adalah negara India diklaim sebagai negara pertama yang
berhasil menerapkan alat converter bahan bakar pada kendaraan bajaj menggunakan
bahan bakar gas Termasuk Indonesia, sebagian bajaj atau bemo telah beralih ke
bahan bakar gas.
Menariknya, sejumlah negara maju lainnya seperti Amerika, China, Italia dan
lainnya telah memasarkan alat converter bahan bakar ke sejumlah negara tujuan.
Diantara pangsa pasar yang menjanjikan adalah Indonesia yang dikenal sebagai
negara kepulauan dan memiliki banyak tenaga kerja sebagai nelayan.
Kelemahannya, negara produsen alat converter hanya tertuju pada penggunaan satu
bahan bakar kemudian mengalihkan pada jenis bahan bakar lainnya. Mixer kita
buatan Amin justru memiliki kelebihan. Bisa langsung menggunakan dua bahan
bakar dalam satu mesin sesuai dengan pilihan.
Belakangan diketahui alat ciptaan Amin merupakan inovasi sekaligus pengembangan
dari alat sebelumnya dari sejumlah negara yang menciptakan alat converter bahan
bakar.
Dibantu Bupati Muda Mahendra dengan semangat turun langsung menguji kehandalan
alat ciptaan putra daerahnya. Mirip semangat Jokowi pada saat melakukan ujicoba
mobil EZEMKA kepada publik. Tujuannya sama. Yakni untuk menguji kehandalan
temuan putra daerahnya. Meski sebelumnya penemuan ini belum mengantongi uji
kelaikan, bupati Muda dengan berani mengemudikan langsung temuan ini di
bantaran Sungai Kapuas. Hasilnya aman dan memuaskan.
Sejak itu Kabupaten Kubu Raya sering dikunjungi sejumlah tamu dari daerah luar
Kalbar. Diantaranya dari Irian Jaya, Sulawesi dan lainnya. Kedatangan mereka
selain ingin melakukan studi banding bidang pemerintahan, ekonomi dan lainnya.
Tamu- tamu tadi juga terkesan dengan temuan mixer kit buatan Amin.
Lebih menarik lagi, sejumlah perwakilan perusahaan bergerak di bidang mesin
dari Amerika, Italia dan Singapura rela datang langsung dari negara asal mereka
untuk datang ke Kubu Raya. Tujuannya ingin ujicoba langsung mengemudikan perahu
ABG tersebut di bantaran Sungai Kapuas.
“Hasilnya mereka menawarkan kerjasama dengan saya,” kata Amin. Tapi bentuk
kerjasama itu belum ditanggapi Amin sendiri.
Pasalnya, Amin bersama tim masih sedang berjuang mendapatkan pengakuan secara
yuridis. Yakni ingin mendapatkan Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) dan
Standar Nasional Indonesia (SNI) atas temuannya sebelum dapat digunakan
masyarakat.
Tapi perjuangan Amin untuk mendapatkan pengakuan secara yuridis menemui jalan
terjal. Pasalnya untuk proses pengajuan HaKI dan SNI, tim Amin sudah lebih dari
dua bulan diajukan ke BSN dan Kementerian Hukum dan HAM, sampai sekarang belum
kabar perkembangan.
“Sistem birokrasi yang rumit mengakibatkan saya sedikit kewalahan untuk
pengajuannya, karena saya sempat dilempar ke sana-kemari oleh dinas terkait
baik di provinsi maupun di tingkat pusat,” kata Amin.
Bila pengakuan secara yuridis telah diperoleh, Amin sudah merencanakan konsep
kedepan agar alat ciptaannya ini bisa langsung dirasakan para nelayan. Ia tidak
ingin niat baiknya dijadikan komersialisasi. Alias hak paten mixer kit dikuasai
oleh swasta, tetapi lebih setuju bila pemerintah daerah menganggarkan dana
untuk pengadaan alat ini, kemudian hasilnya dibagikan langsung kepada nelayan
secara gratis.
Belakangan diketahui, mixer kit ciptaan Amin bisa dipasang dengan beragam jenis
mesin kapal. Baik menggunakan solar maupun premium. Alat ini juga bisa
digunakan untuk bidang lainnya. Seperti bidang pertanian dan peternakan.
Ide itu pun direspon Plt Kadis Perikanan Dan Kelautan Kubu Raya, Chairun Anwar
menyebutkan tahun anggaran 2013 akan mengajukan pengadaan alat mixer kit buatan
Amin sebanyak 115 unit untuk dibagikan kepada nelayan secara gratis. Bantuan
ini merupakan bentuk dukungan DKP kepada nelayan agar bisa meningkatkan hasil
produksi ikan di daerah.
Sampai akhirnya titik terang datang juga. Senin 23 Oktober 2012, utusan dari
Pertamina Pusat, Hazali Nasution, staf piutang region Kalimantan menjajal
ketangguhan perahu ABG menggunakan mixer kit buatan Amin. Hazali sempat dibawa
mengitari Sungai Kapuas. Hasilnya memuaskan.
“Ini merupakan penemuan dan ide pertama di Indonesia. Makanya Pertamina
merespon proposal dari Pak Amin. Sampai saya harus datang ke Pontianak untuk
melihat langsung hasil temuan ini,” kata Hazali.
Artinya pihak Pertamina merespon dan menindaklanjuti hasil ujicoba ini untuk
dibawa kembali ke pusat. Timbal baliknya, Hazali mengusulkan akan memberikan
bantuan berupa dana untuk pengadaan pembuatan perahu ABG.
Kembali pada tim Amin, hanya bisa berharap, pemerintah pusat bisa secepatnya
menanggapi permohonan pengakuan yuridis dari temuan anak negeri ini. Pada
akhirnya alat ini bisa diproduksi secara masal, sehingga bisa membantu ekonomi
nelayan. Diantaranya bisa menghemat biaya bahan bakar untuk operasional dan