Senin, 12 November 2012

cerita singkat dari anak negri (Pemuda sungai melayu raya ketapang)


Lokasi transmigrasi Pola Inti Rakyat (PIR) dibuka secara bertahap sejak tahun 1992. Empat perusahaan perkebunan :PT. Duta Sumber Nabati (DSN), PT.Sumber Ladang Andalan (SLA), PT.Bangun Maya Indah (BMI), PT.Antar Mustika Segara (AMS)Yang bernaung dibawah PT.Benua Indah Group (PT.BIG), bertindak sebagai perusahaan inti menampung buah petani Kelapa Sawit.
Tahun 1992, PT. Benua Indah Group dengan sey melayu tumbang titi ketapang benua indah groupempat anak perusahaanya: PT. Duta Sumber Nabati (DSN), PT.Sumber Ladang Andalan (SLA), PT.Bangun Maya Indah (BMI), PT.Antar Mustika Segara (AMS) mulai beroprasi (land clearing) di enam kecamatan yaitu : Kecamatan  Sungai Melayu Rayak, Kecamatan Tumbang Titi, Kecamatan Pemahan, Kecamatan Nanga Tayap, Kecamatan Singkup serta Kecamatan Kendawangan. Kala itu masyarakat lokal disekitar lokasi harus rela harus rela kehilangan seumblah lokasi kuburan/makam untuk  lahan perkebunan milik PT. Benua Indah Group. Masyarakat disekitar lahan sangat berharap bisa hidup sejahtera  atau sekurang-kurangnya lebih baik dari sebelumnya dengan adanya kelapa sawit yang difasilitasi oleh PT. Benua Indah Group.
            Sejalan  dengan pembukaan perkebunan kelapa sawit sekela besar milik PT. Benua Indah Group tersebut,pemerintahpun menyisipkan puluhan ribu Kepala Keluarga (KK) Program transmigrasi dari berbagai daerah seperti  Jawa, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Lampung dan lain-lain.Mereka diberangkatkan ke pulau Kalimantan dengan impian setidaknya nasip mereka akan lebih baik dibanding mereka tetap bertahan di didaerah asal.
“Lima tahun pertama masyarakat hidup tanpa adanya penerangan dari listrik.Namun, setelah Kelapa Sawit mulai panen,suasana berubah meriah,setiap bulan petani kurang lebih mendapatkan 3 ton Tandan Buah Segar (TBS)dari dua hektar kebun yang berusia 5-10 tahun. Jika dirata-rata Rp 900 per kilogram,pendapatan petani sekitar Rp 2,7 juta per bulan.Saat itu hampir setiap keluarga memiliki sepeda motor,bahkan 2-3 unit,beberapa diantaranya membeli truk dengan cara kredit.inilah yang mendorong sebagian besar masyarakat memboyong keluarga besarnya kekalimantan.
Meningkatnya pendapatan secara drastis mendorong warga mengirimkan anak-anaknya sekolah keluar desa.mereka menilai ,pendidikan dikota jauh lebih berkualitas dibanding di transmigrasi.
Celakanya kegembiraan petani tidak berlangsung lama.bencana muncul saat Kantor Pelayanan kekayaan dan Lelang Negara (KPKLN) Menyita aset empat perusahaan inti pada 23 Maret 2006. Perusahaan itu dinilai gagal melunasi ratusan milyar rupiah utangnya di Bank Mandiri.
Aset yang disita termasuk dua pabrik kelapa sawit,gedung, kendaraan dan belasan ribu hektar lahan,yang sebagian besar berbentuk kebun kelapa sawit. Akan tetapi saat itu juga KPKNL menitipkan aset tersebut pada perusahaan yang sama. Sejak saat itu pembayaran kelapa sawit petani mulai tersendat-sendat.Tahun 2008 pembayaran Tandan Buah Segar pada petani mundur  dua bulan itupun dilunasi setelah pemerintah daerah Ketapang,DPRD, dan Direktur Jendral Perkebunan Akhmad manggabarani turun tangan.saat itu keresahan petani menjalar kemana-mana.
Ekonomi masyarakan kian merosot,mereka terpaksa menjual sepeda motor atau apa saja yang berharga agar dapat membeli beras,minyak tanah,dan kebutuhan lainya.Banyak anak-anak yang terpaksa putus sekolah,yang semula masyarakat memakan nasi beralih memakan ubi dan jagung.pemerintah sendiri tidak tuntas menyelesaikan masalah ini,hanya sekeder membujuk direksi agar membayar sawit petani. Karena itu tidak mengejudkan lagi bila masalah-masalah serupa kemudaian hari terulang lagi pada bulan-bulan berikutnya.
Hasilnya massa petani yang berunjuk rasa  membakar basecamp dan gudang perusahaan inti di daerah Singkup,September 2009.sejak itu dua pabrik yang disita KPKNL berhenti beroprasi.Luas kebun kelapa sawit 28.000 hektar. Berdasarkan bukti setoran kepabrik kelapa sawit,buah yang belum dibayar perusahaan sebesar Rp 119 milyar,tidak hanya itu ditemukan fakta baru perusahaan ternyata tidak menyetorkan sekitar Rp 30 miliar  angsuran kredit petani plasma ke Bank Mandiri.akibatnya,lebih dari 1000 sertifikat lahan petani masih  ditahan oleh Bank Mandiri sebagai agunan.kenyataan dilapangan setiap masyarakat menjual tandan buah segar perusahaan langsung memotong 30 persen sebagai angsuran kredit.
Kemunduran ini tidak hanya dirasakan oleh petani kelapa sawit melainkan pekerja dari PT. Benua Indah Group juga terkena dampaknya.menurut Ketua serikat pekerja divisi perkebunan PT. Benua Indah Group Lubuk Simanjuntak sedikitnya 513 karyawan belum menerima gaji sejak februari 2010, direksi belum menetapkan,mereka akan dikenai pemutusan hubungan kerja (PHK) atau dirumahkan.
Terlepas dari kemelut diatas,sejak kedua pabrik berhenti beroprasi,penderitaan yang dirasakan petani semakin besar.di Singkup masyarakat pernah memasarkan Tandan Buah Segarnya ke Kalimantan Tengah,namun akibat buruknya kondisi jalan,terutama pada musim hujan,petani hanya menerima pembayaran Rp250 per kilogram Tandan Buah Segar.Harga serendah itu tidak cukup untuk biaya perawatan tanaman.sikap bupati ketapang yang tidak memperdulikan kondisi jalan semakin menambah rumit kondisi masyarakat.
Di Kecamatan Tumbang Titi masyarakat menjual tandan buah segar ke PT.Sinar mas yang jaraknya sekitar 70 kilometer.untuk menempuhnya dibutuhkan waktu 10 jam namun jika ada truk yang terperosok atau rusak perjalanan bisa 1-2 hari. Akibat gawatnya kerusakan jalan harga sawit di Tumbang Titi hanya berkisar Rp 500 per kilogram,sedangkan harga dipasaran pada umumnya Rp1250.
Perwakilan petani kelapa sawit sudah sering  mengadukan permasalahan ke berbagai lembaga di Jakarta. Beberapa kali mereka bertemu pejabat KPKNL meminta agar pabrik kelapa sawit segera dioprasikan tetapi hingga saat ini tidak ada tindak lanjut dan solusi nyata.
            Berikut adalah permasalahan pokok antara petani dengan PT.Benua Indah Group
Perusahaan Perkebunan Sawit Benua Indah Group dengan 4 (Empat) anak perusahaannya ( PT. Duta Sumber Nabati, PT. Antar Mustika Segara, PT. Bumi Maya Indah, PT. Subur Ladang Andalas) yang mana direksinya Budiono Tan, adapun permasalahan pokoknya adalah :
a.              Benua Indah Group tidak membayar hasil panen petani 4(Empat) bulan dari bulan   Juni, Juli, Agustus, dan September 2009 dengan jumlah Rp. ± 116 Milyar untuk 25 desa, 10.977 KK.
b.             Benua Indah Group tidak membayar / menggelapkan uang hasil penen, petani 30 % tidak disetor kepada Bank Mandiri. Sejumlah Rp. 77,7 Milyar ( Data dari Bank mandiri per 31 Desember 2010 )
c.              Benua Indah Group menggelapkan uang setoran petani 30% untuk membiayai kredit Interen, dimana uang tersebut sudah diambil oleh Benua Indah Group di Bank Danamon Ketapang.
#admin"mudah-mudahan cerita ini dapat didengar masyarakat,pemerintah terkait sebagai suatu pembelajaran bagaimana keadaan sebenarnya warga masyarakat kita di lokasi perkebunan PT.BIG dan pemerintah terkait supaya buka mata dan ikut memperjuangkan nasib masyarakat disana.

1 komentar: