Herman Wimpy
HARGA gas LPG tabung 3 kilogram (kg) mendapat sorotan dari pemuka masyarakat Kabupaten Ketapang, Herman Wimpy. Herman menilai gas LPG 3 kg yang beredar di Ketapang dibanderol dengan harga yang sangat menyengsarakan masyarakat. “Bukan hanya gas LPG, harga minyak tanah juga membingungkan. Katanya sudah disubsidi, tetapi kenapa tetap saja masih mahal?
Kita tidak ngerti, apakah ini kebijakan dari pemerintah daerah atau Pertamina yang menetapkan?” kata Herman kepada Pontianak Post, Minggu (26/8). Dikatakannya, harga isi ulang gas LPG tabung 3 kg jika diambil di pangkalan senilai Rp18.500. Namun, ditambahkannya, jika mengambil dalam jumlah banyak dan diantar ke rumah, harganya bisa turun Rp500, sehingga satu tabung gas LPG dihargai Rp18 ribu. “Sebetulnya kita tidak mempersoalkan berapapun harganya? Akan tetapi, dari pemerintah harus jelas harganya berapa setelah disubsidi sehingga msyarakat tidak bingung dan bertanya-tanya,” tegas Herman.
Harga eceran gas LPG di Ketapang diakui Herman sangat mahal. Jika dibandingkan dengan Kota Pontianak hanya sekitar Rp14 ribu – Rp15 ribu. Sedangkan di Ketapang melambung hingga Rp20 ribu. Kondisi ini, diakui Herman, mencerminkan bahwa pemerintah belum siap mengonversi minyak tanah (mita) ke gas. “Padahal tujuan dari konversi mita ke gas ini untuk lebih membantu masyarakat ekonomi lemah, tapi buktinya sekarang justru menyengsarakan. Apalagi subsidi minyak tanah sudah lama dicabut,” terangnya.
Sekalipun harga minyak tanah mahal, namun menurut dia, sebetulnya tidak menjadi soal. Selama harga gas LPG ditetapkan dan tidak memberatkan masyarakat. “Saya pernah tanya ke SPBU soal harga gas LPG ini, dan mereka bilang ke saya sudah harga subsidi, namun harga ditambah dengan ongkos angkut dari Rp18 ribu menjadi Rp18.500. Sedangkan di tingkat eceran mencapai Rp22 ribu,” ungkapnya.
Herman juga mengakui bahwa dia secara kebetulan juga selaku agen atau distributor minyak tanah dan gas LPG. Terkadang, dia mengaku malu dan sulit memberikan penjelasan kepada konsumen ketika ditanya mengenai harga gas LPG dan minyak tanah yang sudah disubsidi, namun masih mahal. “Makanya, saya harap kebijakan ini harus dikaji lagi. Untuk gas LPG di eceran dijual Rp22 ribu namun saya cukup Rp20 ribu dan hanya untuk Rp1.500 dari harga yang saya beli dari pangkalan sebesar Rp18.500,” jelasnya.
Herman juga menyoroti peredaran minyak tanah bersubsidi di Ketapang. Diakuinya, banyak minyak tanah bersubsidi dari Kalteng masuk ke Ketapang, di mana harga satu drum hanya dijual Rp1.750.000 hingga Rp1.800.000. Sedangkan di Ketapang harga minyak tanah satu drum dijual lebih dari Rp2 juta. Masalah ini, menurut dia, sebetulnya sudah lama, namun masyarakat tidak kuasa menyikapinya. Herman juga mengaku prihatin dengan begitu banyak lembaga sosial kontrol di Ketapang, namun diam dan tidak berani meributkan masalah ini. “Kita hanya ingin membela kepentingan masyarakat lemah, pemerintah tolong jangan diam saja,” tegasnya. (mik)
Sumber : http://pontianakpost.com
Kita tidak ngerti, apakah ini kebijakan dari pemerintah daerah atau Pertamina yang menetapkan?” kata Herman kepada Pontianak Post, Minggu (26/8). Dikatakannya, harga isi ulang gas LPG tabung 3 kg jika diambil di pangkalan senilai Rp18.500. Namun, ditambahkannya, jika mengambil dalam jumlah banyak dan diantar ke rumah, harganya bisa turun Rp500, sehingga satu tabung gas LPG dihargai Rp18 ribu. “Sebetulnya kita tidak mempersoalkan berapapun harganya? Akan tetapi, dari pemerintah harus jelas harganya berapa setelah disubsidi sehingga msyarakat tidak bingung dan bertanya-tanya,” tegas Herman.
Harga eceran gas LPG di Ketapang diakui Herman sangat mahal. Jika dibandingkan dengan Kota Pontianak hanya sekitar Rp14 ribu – Rp15 ribu. Sedangkan di Ketapang melambung hingga Rp20 ribu. Kondisi ini, diakui Herman, mencerminkan bahwa pemerintah belum siap mengonversi minyak tanah (mita) ke gas. “Padahal tujuan dari konversi mita ke gas ini untuk lebih membantu masyarakat ekonomi lemah, tapi buktinya sekarang justru menyengsarakan. Apalagi subsidi minyak tanah sudah lama dicabut,” terangnya.
Sekalipun harga minyak tanah mahal, namun menurut dia, sebetulnya tidak menjadi soal. Selama harga gas LPG ditetapkan dan tidak memberatkan masyarakat. “Saya pernah tanya ke SPBU soal harga gas LPG ini, dan mereka bilang ke saya sudah harga subsidi, namun harga ditambah dengan ongkos angkut dari Rp18 ribu menjadi Rp18.500. Sedangkan di tingkat eceran mencapai Rp22 ribu,” ungkapnya.
Herman juga mengakui bahwa dia secara kebetulan juga selaku agen atau distributor minyak tanah dan gas LPG. Terkadang, dia mengaku malu dan sulit memberikan penjelasan kepada konsumen ketika ditanya mengenai harga gas LPG dan minyak tanah yang sudah disubsidi, namun masih mahal. “Makanya, saya harap kebijakan ini harus dikaji lagi. Untuk gas LPG di eceran dijual Rp22 ribu namun saya cukup Rp20 ribu dan hanya untuk Rp1.500 dari harga yang saya beli dari pangkalan sebesar Rp18.500,” jelasnya.
Herman juga menyoroti peredaran minyak tanah bersubsidi di Ketapang. Diakuinya, banyak minyak tanah bersubsidi dari Kalteng masuk ke Ketapang, di mana harga satu drum hanya dijual Rp1.750.000 hingga Rp1.800.000. Sedangkan di Ketapang harga minyak tanah satu drum dijual lebih dari Rp2 juta. Masalah ini, menurut dia, sebetulnya sudah lama, namun masyarakat tidak kuasa menyikapinya. Herman juga mengaku prihatin dengan begitu banyak lembaga sosial kontrol di Ketapang, namun diam dan tidak berani meributkan masalah ini. “Kita hanya ingin membela kepentingan masyarakat lemah, pemerintah tolong jangan diam saja,” tegasnya. (mik)
Sumber : http://pontianakpost.com
0 komentar:
Posting Komentar