Sabtu, 25 Agustus 2012
Dikepung Hutan Sawit
KETAPANG--Petrus Kanisius dari Yayasan Palung mengatakan berdasarkan informasi dari warga Simpang Dua dan Simpang Hulu, tidak lama lagi kedua wilayah itu bakal dikepung “hutan” sawit. Saat ini wilayah itu masih banyak sebaran hutan dan kaya akan Sumber Daya Alam. “Kekhawatiran masuknya perkebunan sawit merupakan hal yang sangat wajar di dua kecamatan itu. Aksi mendukung dan menolak pasti terjadi dengan kondisi ini, sumber konflik siap menghadang,” katanya.
Namun tidak hanya itu, menurut Petrus masyarakat di sana sangat bingung bila sawit beroperasi di dua wilayah ini. “Saat ini, masyarakat sangat terbantu dengan hasil karet. Bagi mereka karet segalanya sebagai sumber hidup masyarakat akan tinggal cerita apabila perkebunan sawit masuk,” jelasnya.
Informasi terkait pembukaan lahan di 13 tempat di wilayah Simpang Dua dan Simpang Hulu, berdasarkan keterangan peta sebaran sawit yang dipublikasikan oleh salah seorang tokoh masyarakat yang enggan namanya disebutkan. Tokoh itu memperlihatkan secara jelas sebaran sawit di wilayah tersebut. Izin pembukaan lahan telah dikeluarkan pada tahun 2006 lalu oleh pemerintah daerah, baru sekarang dari pihak perusahaan akan membuka areal perkebunan.
Dalam peta tersebut terlihat di dua kecamatan di Simpang Dua, desa-desa yang akan di buka (di kepung) untuk perkebunan seperti Desa Semandang Kanan, Mekar Raya, dan Gema. Sedangkan di Kecamatan Simpang Hulu, Desa Semandang Kiri, Semandang Hulu, Balai Pinang, Merawa, Kualan Hilir dan Sekucing Labai. Jadi hampir dipastikan di dua wilayah kecamatan tersebut seluruhnya akan di kelilingi izin pembukaan lahan oleh perusahaan besar perkebunan sawit.
Petrus Kanisisu menerangkan masuknya perkebunan sawit setidaknya menjadi kekhawatiran, sekelumit persoalan dan konflik siap menghadang di tengah-tengah masyarakat. Seperti yang sudah terjadi di berbagai daerah sedikit banyak berpengaruh salah satunya karena sengketa lahan. Berbagai kasus dan konflik terjadi seperti modus perluasan lahan penyerobotan, penipuan hak milik, dan pengambil alihan secara paksa juga turut berkontribusi.
“Perkebunan sawit saat ini memang dijadikan primadona oleh pemerintah dengan dalih untuk mensejahteraan rakyat. Tetapi faktanya tidak sedikit persoalan yang muncul sebagai dampak hadirnya kebijakan di sektor ini,” paparnya. Konflik yang terjadi, lanjutnya sebagaimana dialami warga dan terjadi dibeberapa daerah Kalimantan Barat adalah realita yang sungguh terjadi.
Tidak hanya itu, menurut Petrus, pemerintah daerah juga semakin memperluas pengembangan areal kawasan untuk perkebunan sudah hampir 4 juta Ha dari 1,5 juta yang ditetapkan. Tentunya ini menjadi kewaspadaan karena rawan konflik yang tidak terkendali, mengingat di daerah ini terdapat tanah adat, tanah keramat dan hutan adat milik masyarakat.
Belum lagi ditambah dengan semakin meluasnya pembukaan lahan yang tidak kalah hebatnya untuk pembukaan lahan pertambangan di beberapa kecamatan seperti; Simpang Hulu, Simpang Dua, Sandai, Marau, Air Upas, dan Kecamatan Kendawangan, Kabupaten Ketapang.“Memang di satu sisi dengan ada perusahaan-perusahaan ke berbagai daerah sedikit banyak memberikan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Namun juga yang patut menjadi kajian bersama adalah bagaimana nasib hutan, kawasan adat, beragam satwa dilindungi menjadi ancaman. Semoga saja ada solusi terbaik menyangkut hal ini,” pungkasnya.(ash) Sumber : http://pontianakpost.com
0 komentar:
Posting Komentar