Pontianak (Antara Kalbar) - Direktur dan Pemerhati Rangkong Indonesia
dari Indonesian Hornbill Conservation Society, Yokyok Hadiprakarsa
memperkirakan sekitar 100-2.000 ekor enggang gading diburu setiap di
Kabupaten Melawi, Sintang, dan Ketapang di Kalimantan Barat setiap
bulannya.
"Harga yang diiming-imingi ke warga, membuat populasi satwa
dilindungi itu kian memprihatinkan," kata Yokyok Hadiprakarsa saat
dihubungi di Pontianak, Senin.
Menurut dia, di blok hutan Kabupaten Ketapang, keberadaan enggang gading semakin sulit dijumpai dalam tiga tahun terakhir.
Pembeli mengiming-imingi warga hingga Rp9 juta. Harga paruh enggang
gading, dijual antara Rp50 ribu - Rp80 ribu per gram. Sementara kepala
enggang sendiri, berkisar sekitar 95 - 120 gram.
"Harga juga tergantung dari kualitas paruh," kata Yokyok Hadiprakarsa yang akrab dipanggil Yoky itu.
Ia melanjutkan, berdasarkan informasi dari masyarakat, hasil
tangkapan itu dijual ke Kemangai dan Serawai atau langsung dibawa ke
Pontianak dan Malaysia. Kemudian, dijual ke pasar internasional seperti
Singapura.
Ia yakin, harga di pasar internasional sudah tinggi, jauh di atas
yang ditawarkan ke warga. Sementara warga Kalbar, selaku pemburu,
mendapat nominal keuntungan paling kecil. Perekonomian masyarakat daerah
pun tidak membaik dengan memburu enggang gading.
"Perbandingan keuntungan tersebut semakin jauh tidak sesuai dengan dampak penyusutan populasinya," katanya menegaskan.
Ia menjelaskan, membunuh seekor enggang gading sama artinya dengan
membunuh dua ekor karena satwa tersebut tidak mampu bertahan hidup tanpa
pasangannya.
Berdasarkan catatan Indonesian Hornbill Conservation Society dan
Yayasan Titian, aparat di Kalbar telah melakukan penyitaan dengan jumlah
716 kepala enggang gading.
Sementara itu, kasus perdagangan paruh burung enggang gading di
Pontianak sudah bergulir ke meja hijau sejak 11 Juli 2013. Terdakwa,
Among, pada persidangan kelima, 20 Agustus lalu, oleh Abdul Samad selaku
Jaksa Penuntut, dituntut lima bulan penjara dan denda Rp10 juta.
Niken Wuri Handayani, Koordinator Pengendali Ekosistem Hutan Balai
Konservasi Sumber Daya Alam Kalbar, mengatakan, kejahatan seperti
dilakukan telah melanggar peraturan tentang perdagangan hewan-hewan
langka seperti termaktub dalam UU No 5/1990 tentang Konservasi Sumber
Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Ia mendesak pelaku agar dikenakan sanksi berat untuk memberi efek jera bagi pelaku lainnya.
Project Leader Sintang - Melawi, WWF Indonesia Program Kalbar, Rudi
Zapariza mengungkapkan, banyak yang tidak sadar dengan fungsi dari
enggang gading di alam. Penyusutan populasi akan berakibat ke lingkungan
karena fungsinya sebagai hewan penyebar benih di hutan.
"Jika populasinya berkurang, maka pertumbuhan benih pohon hutan juga semakin lambat," ujar dia.
Sedangkan hutan merupakan sumber penghidupan bagi masyarakat bahkan
satwa di dalamnya serta menyumbangkan oksigen terbesar bagi manusia.sumber :
http://kalbar.antaranews.com